21/09/2024

Warta5.com

cerdas mewartakan

Ini Kisah Wanita Uzbek yang Diperdagangkan di Thailand

5 min read

[ A+ ] /[ A- ]

BANGKOK– Sudah hampir jam 10 malam, dan Umida (bukan nama sebenarnya), 36 tahun, sedang memasak makan malam. Kali ini ia menyantap nasi dan daging, menu itu dihidangkan untuk 11 anggota keluarganya yang terjebak di dalam rumah sepanjang hari karena musim panas yang sangat panas di Uzbekistan.

Sejak menjadi negara merdeka, 1991, setelah hampir 200 tahun pemerintahan Rusia dan kemudian Soviet menjajah, Uzbekistan perlahan-lahan melihatkan beberapa kemajuan ekonomi. Tapi kemiskinan dan pengangguran tetap tinggi dan banyak orang Uzbek yang bepergian ke luar negeri untuk bekerja. Situasi ini pula yang membuat pria, wanita dan anak-anak menjadi rentan terhadap kerja paksa dan perdagangan seks.

“Kakak perempuan saya bekerja di rumah sakit di Moskow, jadi saya merawat anak-anaknya,” kata Umida. “Dia satu-satunya yang mengerti apa yang terjadi pada saya di Bangkok, saya tidak mengatakan hal yang sama kepada orang lain.”

Terlahir dalam keluarga besar yang miskin, 36 tahun lalu, ia merasakan hidup itu semakin sulit ketika tumbuh dewasa. Ibunya meninggal pada tahun 2000, ia pun hidup bersama ayahnya, seorang kuli bangunan. Ayahlah yang merawat keempat anaknya.

“Sulit tanpa ibu saya,” kenang Umida.

“Di kota saya jika ada kedua orang tua, tentu akan memiliki lebih banyak uang,” imbuhnya.

Saat berusia 28 tahun, Umida mengatakan bahwa dia bertemu dengan seorang wanita Uzbek setempat yang menjanjikan pekerjaan menguntungkannya di Thailand.

Umida tidak mengetahui pasti kerja apa yang ditawarkan, namun wanita itu memberikan berbagai harapan, dan memberi jaminan hasi kerja dari Umida akan menjamin masa depan anaknya yang masih berusia 6 tahun yang ditinggal mati suaminya. Karena bujuk rayu itu, Umida luluh dan akhirnya ia setuju untuk pergi ke ibukota Thailand, Bangkok.

Tapi, saat tiba di Thailand, dia menyadari bahwa dia telah tertipu. Wanita yang membawanya menghancurkan semua dokumennya. “Dia wanita yang sangat buruk, dia tidak memberi saya makanan, tidak ada uang, saya hanya bisa keluar kerja setiap hari,” kata Umida pelan. Wanita tersebut memaksanya untuk bekerja sebagai pelacur di jalanan Bangkok.

Diperdagangkan untuk seks

Banyak jalan di pusat kota Bangkok yang dihiasi wanita, mereka bergeser dari satu kaki ke kaki lainnya, berbisik kepada orang yang lewat, dengan harapan dapat menarik pelanggan mereka selanjutnya. Statistik dari Kementerian Kesehatan Masyarakat Thailand dan LSM menunjukkan, bahwa ada lebih dari 120.000 orang yang bekerja di industri seks Thailand.

Beberapa dari wanita ini terlibat dalam pekerjaan seks karena mereka tidak memiliki cara lain untuk menghasilkan uang, yang lain dipaksa masuk ke industri ini, dan banyak yang diperdagangkan ke Thailand dari negara lain.

Annie Dieselberg, CEO dan pendiri Nightlight International, sebuah organisasi yang berkomitmen untuk membantu korban perdagangan seks dan eksploitasi, mengatakan, bahwa pihak berwenang tidak selalu menganggap serius situasi tersebut.

“Seringkali, pihak berwenang tidak mengenali kerumitan perdagangan seks – bahwa tidak sesederhana wanita di bawah umur di rumah bordil,” kata Dieselberg. “Mungkin wanita dewasa, berjalan di jalanan Bangkok, dipaksa melawan keinginannya untuk bekerja untuk seks.”

Angkhana Neelapaichit, salah satu dari tujuh komisaris hak asasi manusia nasional yang ditunjuk oleh Raja Thailand untuk memeriksa dan melaporkan tindakan yang melanggar hak asasi manusia atau tidak mematuhi kewajiban berdasarkan perjanjian internasional yang menjadi pihak Thailand, sependapat. “Intinya, saya dapat mengatakan bahwa berurusan dengan perdagangan manusia di antaranya pekerja seks, dalam jangka panjang, masih menantang bagi Thailand dan sulit bagi pihak berwenang untuk menemukan pelaku sebenarnya,” katanya.

Setelah beberapa bulan, Umida berusaha melarikan diri dari pedagangnya, ia sangat ingin kembali ke rumahnya di Uzbek untuk anaknya. Dia berhasil meyakinkan salah satu kliennya, yang bersimpati padanya, untuk memberinya uang untuk penerbangan pulang.

“Dia memberi saya banyak uang, jadi saya membeli beberapa barang untuk anak saya dan tiket pesawat pulang,” kata Umida.

Dia pergi ke konsulat Uzbekistan secara rahasia dan dikeluarkan dengan sebuah sertifikat untuk kembali ke Uzbekistan. Ketika sampai di bandara, seorang wanita berjilbab mendekatinya. Dia mengungkapkan dirinya sebagai pelaku trafficker.

Dia marah dan mengancam. Umida merasa tidak berdaya di hadapannya. “Dia menangkap saya, saya tidak tahu harus melakukan apa-apa, dia mengambil paspor saya dan saya harus kembali bekerja.”

Dia bekerja selama lima bulan lagi, tidak banyak menerima uang. Dia dipaksa tinggal di apartemen tanpa mandi dan tidak makan, kenangnya.

“Saya lapar, saya bisa makan kalau ada pelanggan, kami akan pergi keluar untuk minum dan makan,” katanya tentang pertemuan dengan kliennya. “Setelah itu kita akan berakhir di hotel atau apartemen,” kenangnya.

Melarikan diri dari cengkeraman melalui pengacaranya

Umida melihat kesempatan lain untuk melarikan diri saat bertemu dengan Emily Chalke, salah satu pendiri Ella’s Home, sebuah LSM yang membantu wanita keluar dari perdagangan dan eksploitasi.

Chalke, yang bekerja di Nightlight International saat itu, bertemu Umida di sebuah hotel di Bangkok yang dikenal sebagai tempat transaksi antara pekerja seks dan pelanggan mereka.

Chalke menjelaskan bahwa dia bertemu Umida setelah seorang wanita Uzbek lainnya mengatakan kepadanya bahwa paspor Umida telah diambil.

“Semua orang di hotel mengenalnya sebagai gadis yang bermasalah,” kata Chalke.

Umida mengatakan kepada Chalke bahwa dia ingin melarikan diri. Mereka sepakat untuk bertemu di hotel lain sehingga dia berpura-pura akan menemui klien.

Dari hotel mereka naik taksi ke sebuah rumah yang aman. “Dia marah saat bertemu dengan pedagangnya, sangat marah karena banyak yang diambil darinya,” kata Chalke.

“Dia hanya memiliki pakaian yang hanya melekat di badan dan sebuah buku catatan kecil tempat dia menuliskan jumlah yang dibayarkan kepada pedagangnya, lebih dari $ 10.000 pada saat itu.”

Nightlight International melaporkan kasus tersebut ke polisi.

Pelaku trafiking kemudian ditangkap, kata Chalke. Itu adalah penangkapan polisi pertama sejak perdagangan orang dari Uzbek marak dalam empat tahun terakhir. Namun penangkapan itu menuntut Umida untuk membuat sebuah pernyataan.

Dia sangat ketakutan. “Saya harus pergi ke pengadilan dulu, saya sangat takut melihat wanita jahat itu,” katanya.

“Orang-orang di sekitar saya terus membantu dan mendukung saya, akhirnya saya dapat melakukannya.

“Namun, saat itu pengadilan membebaskan pedagangnya. Setelah membayar uang jaminan dan kemudian ia lenyap.”

Menuntut para Pedagang Manusia di Thailand

Pengadilan Thailand, 19 Juli 2017 lalu menjatuhkan hukuman kepada 62 orang atas tuduhan perdagangan manusia, termasuk seorang oknum jenderal angkatan darat. Ini merupakan Pengadilan Perdagangan Manusia terbesar di Thailand dan pencapaian yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk pemerintah militer Thailand.

Dieselberg mengatakan, pemerintah saat ini sudah ada kemajuan dari pendahulunya. ” Dulu, ketika kami membantu korban perdagangan seks di tahun 2010, tidak ada keadilan yang jujur,” kata Dieselberg.

Namun, kata Dieselberg kepada Al Jazeera, ia tetap saja berpikir kerasa karena masih banyak yang harus dilakukan.

Copyright © All rights reserved. | Newsphere by AF themes.